1. Etika dalam Auditing
Secara
umum etika didefinisikan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan
tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau
individu (Sukamto, 1991 : 1 dalam Suraida, 2005). Etika auditor merupakan ilmu
tentang penilaian hal yang baik dan hal yang buruk, tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak). Guna meningkatkan kinerja auditor, maka auditor dituntut untuk
selalu menjaga standar perilaku etis.
Auditing
adalah proses sistematis untuk mempelajari dan mengevaluasi bukti secara
objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan
untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut
dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada
pemakai yang berkepentingan (Mulyadi, 2002).
1.1 Kepercayaan Publik
Etika dalam auditing
adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan pengevaluasian
bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi
untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan
kriteria-kriteria yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan
independen.
Profesi akuntan
memegang peranan yang penting dimasyarakat, sehingga menimbulkan ketergantungan
dalam hal tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan
Publik merupakan kepentingan masyarkat dan institusi yang dilayani anggota
secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku
akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat
dan negara.
1.2 Tanggung jawab auditor kepada publik
Profesi akuntan di
dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam memelihara
berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan menilai kewajaran dari laporan
keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Ketergantungan antara akuntan dengan
publik menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Dalam
kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap
klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap
publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan
institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan
untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan
profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani publik. Para akuntan diharapkan
memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta
menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas
kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus
menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
1.3 Tanggung jawab dasar auditor
Auditor independen juga
mempunyai tanggung jawab terhadap profesi mereka. Tanggung jawab ini meliputi
tanggung jawab untuk mematuhi standar atau ketentuan yang telah disepakati
bersama oleh anggota Ikatan Akuntansi Indonesia, termasuk tanggung jawab untuk
mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku umum, standar auditing yang ditetapkan
Ikatan Akuntansi Indonesia, dan Kode Etik Akuntan Indonesia.
1.4 Independensi auditor
Dalam menjalankan tugasnya, anggota
KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan
jasa profesional sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang
ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen
dalam fakta (in fact) maupun dalam
penampilan.
Dalam melakukan pekerjaannya, para
pemeriksa intern harus mengikuti standar profesi dan kode etik serta aturan
lain yang berkaitan. Independensi pemeriksaan intern harus bebas dan terpisah
dari aktivitas yang diperiksanya.
a. Status
organisasi dari pemeriksa intern harus memberikan kebebasan untuk memenuhi
tanggung jawab pemeriksaan yang dibebankan kepadanya.
b. Pemeriksa
intern dalam melaksanakan tugasnya harus objektif.
1.5 Peraturan pasar modal dan regulator
mengenai independensi akuntan publik
Penilaian kecukupan
peraturan perlindungan investor pada pasar modal Indonesia mencakup beberapa
komponen analisa yaitu:
1. Ketentuan
isi pelaporan emitmen atau perusahaan publik yang harus disampaikan kepada
publik dan Bapepam,
2. Ketentuan
Bapepam tentang penerapan internal control pada emitmen atau perusahaan publik,
3. Ketentuan
Bapepam tentang, pembentukan Komite Audit oleh emitmen atau perusahaan publik,
4. Ketentuan
tentang aktivitas profesi jasa auditor independen.
Seperti regulator pasar
modal lainnya Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan,
pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam rangka
penawaran umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di
bidang pasar modal, dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Salah satu tugas
pengawasan Bapepam adalah memberikan perlindungan kepada investor dari
kegiatan-kegiatan yang merugikan seperti pemalsuan data dan laporan keuangan,
window dressing, serta lain-lainnya dengan menerbitkan peraturan pelaksana di
bidang pasar modal. Dalam melindungi investor dari ketidakakuratan data atau
informasi, Bapepam sebagai regulator telah mengeluarkan beberapa peraturan yang
berhubungan dengan keaslian data yang disajikan emiten baik dalam laporan
tahunan maupun dalam laporan keuangan emiten.
Ketentuan-ketentuan
yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor:
VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi
Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal. Dalam Peraturan ini yang
dimaksud dengan:
a. Periode
Audit adalah periode yang mencakup periode laporan keuangan yang menjadi objek
audit, review, atau atestasi lainnya.
b. Periode
Penugasan Profesional adalah periode penugasan untuk melakukan pekerjaan
atestasi termasuk menyiapkan laporan kepada Bapepam dan Lembaga Keuangan.
c. Anggota
Keluarga Dekat adalah istri atau suami, orang tua, anak baik di dalam maupun di
luar tanggungan, dan saudara kandung.
d. Fee
Kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional
yang hanya akan dibebankan apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah
fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut.
e. Orang
Dalam Kantor Akuntan Publik adalah orang yang termasuk dalam penugasan audit,
review, atestasi lainnya, dan/atau non atestasi yaitu: rekan, pimpinan,
karyawan professional, dan/atau penelaah yang terlibat dalam penugasan.
2. Etika dalam akuntansi
keuangan dan Akuntansi Manajemen
2.1 Tanggung jawab akuntan pajak
IRS mengemukakan bahwa
tanggung jawab utama praktisi pajak adalah sistem pajak. Komisi IRS, Roscoe
Egger dalam Armstrong (1993 : 85) menyatakan bahwa suatu sistem pajak yang baik
dan kuat tidak hanya terdiri dari entitas administrasi pajak saja, dalam kasus
ini IRS. Hal tersebut juga harus terdiri dari Konggres, Administrasi dan
komunitas praktisi. Bukan sebagai bagian yang terpisah pada masyarakat yang
luas, tetapi lebih bekerja sama ke arah tujuan umum. Direktur praktik IRS,
Leslie Shapiro dalam Armstrong (1993 : 85) lebih menegaskan bahwa ketika secara
umum menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas kemampuan,
loyalitas dan kerahasiaan klien, hal ini disebut juga tanggung jawab praktisi
atas sistem pajak yang baik. Tanggung jawab terakhir adalah pentingnya
pervasive (peresapan). Dalam hubungan antara praktisi dan klien yang normal,
kedua tanggung jawab dikenali dan dilaksanakan. Namun, situasi ini adalah
sulit. Dalam beberapa situasi praktisi diperlukan untuk memutuskan kewajiban yang
berlaku dan dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan bahwa kewajiban atas sistem
pajak yang tertinggi. IRS bersandar pada praktisi pajak untuk membantu dalam
mengatur hukum pajak dengan jujur dan adil dalam pelayanan dan pengembangan
kepercayaan klien dalam integritas dan kepatuhan terhadap sistem pajak.
Menurut William L. Raby
dalam Armstrong (1993 : 85) sistem pajak yang mendukung IRS akan menimbulkan
perdebatan pajak. Oleh karena itu, praktisi lebih baik melayani publik dengan
mengadopsi suatu sikap. Argumennya adalah aturan etika yang fundamental dalam
praktik perpajakan pada tingkat etika personal adalah praktisi pajak harus
mengijinkan klien untuk membuat keputusan final. Praktisi tidak berhak
mengganti skala nilai kliennya. Disamping itu praktisi harus bertanggung jawab
tidak menyediakan informasi yang salah untuk pemerintah. Seorang auditor pajak
bertanggung jawab mengaudit pajak penghasilan dari wajib pajak untuk menentukan
apakah mereka telah memenuhi undang-undang perpajakan yang berlaku. Audit yang
dilakukan oleh auditor pajak termasuk jenis audit kepatuhan.
2.2 Etika Akuntan Pajak
Dalam kaitannya dengan
etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on Responsibilities in Tax
Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:
1.
Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 1, Tax Return Positions (Posisi
Pengembalian Pajak)
Statemen ini menetapkan standar masa
depan yang bisa diterapkan untuk anggota
ketika merekomendasikan tingkat pengembalian pajak dan menyiapkan atau
menandatangani surat pembayaran pajak (termasuk klaim untuk lebih bayar) yang
disimpan dengan mengenakan pajak otoritas. Karena tujuan standar ini, suatu
nilai pajak terutang, (a) mencerminkan tingkat pengembalian pajak seperti yang
mana wajib pajak telah secara rinci membicarakannya dengan anggota atau (b)
suatu anggota mempunyai pengetahuan semua fakta yang bersifat material dan,
atas dasar fakta itu, telah menyimpulkan apakah posisinya sudah sesuai. Karena
tujuan standar ini, suatu wajib pajak adalah klien, pemberi kerja, atau pihak
ketiga lain penerima jasa pajak.
2.
Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 2, Answers to Questions on Returns
(Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian)
Statemen Ini menetapkan standar yang
bisa diterapkan untuk anggota ketika menandatangani suatu pajak kembalian jika
atau mempertanyakan kelebihan pajak kembalian. Istilah questionsincludes
meminta informasi untuk pajak kembalian di dalam perusahaan. Instruksi, atau di
dalam peraturan, ya atau tidaknya dinyatakan format suatu pertanyaan.
3.
Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 3, Certain Procedural Aspects of
Preparing Returns (Aspek prosedur tertentu dalam menyiapkan Pengembalian)
Dalam menyiapkan atau menandatangani
suatu pajak kembalian, suatu anggota dengan hati jujur boleh mempercayakan, tanpa verifikasi, atas
informasi yang diberikan oleh wajib pajak atau dengan pihak ketiga.
Bagaimanapun, suatu anggota mestinya tidak mengabaikan tentang implikasi yang
melengkapi informasi tersebut dan perlu membuat pemeriksaan yang layak jika
informasi nampak seperti ada kesalahan, tidak sempurna, atau plin-plan baik di
bagian depannya atau atas dasar lain fakta tidak diketahui oleh suatu anggota.
Jika hukum perpajakan atau peraturan memaksakan suatu kondisi dengan rasa
hormat, seperti pemeliharaan buku dan
arsip atau memperkuat dokumentasi wajib pajak untuk mendukung pengurangan yang
dilaporkan ke kantor pajak, suatu anggota perlu membuat pemeriksaan yang sesuai
untuk menentukan kondisi yang dijumpai untuk memberi kepuasan kepada wajib
pajak. Ketika menyiapkan suatu kembalian pajak, suatu anggota perlu
mempertimbangkan informasi yang benar dari pajak kembalian wajib pajak lain jika informasi berkait
dengan pajak kembalian dan pertimbangannya pajak kembalian itu. Di dalam
menggunakan informasi seperti itu, suatu anggota perlu mempertimbangkan
batasan-batasan yang dikenakan oleh
hukum atau aturan manapun yang berkenaan dengan kerahasiaan.
4.
Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 4, Use of Estimates (Penggunaan
Estimasi)
Kecuali jika yang dilarang oleh
undang-undang atau menurut peraturan, suatu anggota boleh menggunakan
taxpayer’s untuk menaksir persiapan suatu pajak kembalian jika itu bukanlah
praktis untuk memperoleh data tepat dan jika anggota menentukan bahwa perkiraan
yang layak adalah didasarkan pada keadaan dan fakta saat itu yang diperlihatkan
kepada anggota. Jika perkiraan dengan taxpayer’s digunakan, mereka harus
diperlihatkan dengan suatu cara yang tidak menyiratkan ketelitian lebih besar disbanding
yang ada.
5.
Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 5, Departure From a Position Previously
Concluded in an Administrative Proceeding or Court Decision (Keberangkatan dari
suatu posisi yang sebelumnya disampaikan di dalam suatu kelanjutan
administrative atau keputusan pengadilan)
Pajak Kembalian berkenaan dengan
memposisikan suatu item ketika ditentukan di dalam suatu kelanjutan
administratif atau keputusan pengadilan/lingkungan tidak membatasi suatu
anggota merekomendasikan dari suatu pajak yang berbeda, kemudian
memposisikannya kembali, kecuali jika wajib pajak dalam pemeriksaan. Oleh
karena itu, ketika disiapkan dalam bentuk Statement onResponsibilities in Tax
Services No.1, pajak kembalian diposisikan, anggota boleh merekomendasikan sebuah
pajak kembalian untuk memposisikan atau menyiapkan suatu pajak kembalian yang
memerlukan pemeriksaan dari suatu item ketika disimpulkan untuk suatu
kelanjutan administratif atau meramahi keputusan berkenaan dengan suatu kembali
wajib pajak.
6.
Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 6, Knowledge of Error: Return
Preparation (Pengetahuan Kesalahan: Persiapan Kembalian)
Suatu anggota perlu menginformasikan
kepada wajib pajak dengan segera atas suatu kesalahan di dalam suatu pajak
kembalian yang disimpan atau ketika sadar
akan kegaalan suatu taxpayer’s untuk memfile suatu kembalian yang
diperlukan. Seorang anggota perlu merekomendasikan ukuran yang diambil untuk
melakukan koreksi, seperti rekomendasi yang diberi dengan lisan. Anggota
tidaklah diwajibkan untuk menginformasikannya untuk mengenakan pajak otoritas,
dan suatu anggota tidak boleh melakukannya tanpa ijintaxpayer’s, kecuali ketika
yang diperlukan di depan hukum. Jika suatu anggota diminta untuk kembalian
untuk tahun sekarang dan wajib pajak belum mengambil tindakan yang sesuai untuk
mengoreksi suatu kesalahan utama di dalam suatu tahun kembalian, anggota perlu
mempertimbangkan apakah untuk menarik dari menyiapkan kembalian itu dan apakah
suatu professional melanjutkan hubungan atau hubungan ketenaga-kerjaan dengan
wajib pajak itu. Jika anggota menyiapkan, seperti itu kembalian tahun ini,
anggota perlu mengambil langkah-langkah layak untuk memastikan bahwa kesalahan
itu tidaklah diulangi.
7.
Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 7, Knowledge of Error: Administrative
Proceedings (Pengetahuan Kesalahan: Cara kerja administrasi)
Jika suatu anggota sedang mewakili suatu
wajib pajak di dalam administratifnya untuk suatu kembalian yang berisi suatu
kesalahan, maka anggota perlu menginformasikannya kepada wajib pajak itu.
Anggota perlu merekomendasikan ukuran yang akan diambil untuk mengoreksinya,
yang mungkin diberi dengan lisan. Suatu anggota bukan diwajibkan untuk
menginformasikan hal itu mengenakan pajak otoritas maupun mengijinkan untuk
melakukannya tanpa ijin tax payer’s, kecuali jika yang diperlukan di depan
hukum. Suatu anggota perlu meminta persetujuan tax payer’s untuk menyingkapkan
kesalahan kepada pajak authority.
8.
Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 8, Form and Content of Advice to
Taxpayers (Format dan isi nasihat pada klien)
Suatu anggota perlu menggunakan
pertimbangan untuk memastikan bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke suatu
wajib pajak mencerminkan kemampuan/ wewenang profesional dan sewajarnya
melayani kebutuhan taxpayer’s. Suatu anggota tidaklah diperlukan untuk mengikuti
suatu bentuk standar atau petunjuk dalam berkomunikasi lisan atau tertulisdalam
memberi petunjuk kepada suatu wajib pajak. Suatu anggota perlu berasumsi bahwa
petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak akan mempengaruhi cara di
mana berbagai hal atau transaksi yang akan dipertimbangkan. Oleh karena itu,
untuk semua petunjuk pajak diberikan
kepada suatu wajib pajak, suatu anggota perlu mengikuti aturan yang baku dalam
Statement on Responsibilities in Tax Services No. 1. Suatu anggota tidak punya
kewajiban untuk berkomunikasi dengan suatu wajib pajak ketika pengembangan yang
berikutnya mempengaruhi petunjuk yang sebelumnya menyajikan berbagai hal
penting, kecuali sedang membantu seorang
wajib pajak di dalam menerapkan prosedur atau rencana yang berhubungan
dengan petunjuk menyajikan atau ketika suatu anggota melakukan kewajiban ini
dengan persetujuan spesifik.
2.3 Kompleksitas aturan perpajakan vs
tuntutan klien
Pajak
secara klasik memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi bujeter. Kedua, fungsi
reguleren. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23
ayat 2, disebutkan bahwa “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan
undang-undang.” Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki fungsi yang luas antara lain sebagai sumber pendapatan negara yang utama, pengatur kegiatan ekonomi,pemerataan pendapatan masyarakat, dan sebagai sarana stabilisasi ekonomi. Kalau kita lihat APBN, pajak selalu dituntut untuk bertambah dan bertambah. Pemerintah harus memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara. Dalam struktur anggaran negara, seperti halnya negara kita bisa mencapai 75% diperoleh dari pajak. Kondisi inilah yang memicu pemerintah untuk membuat aturan-aturan perpajakan. Aturan perpajakan merupakan masalah yang sebaiknya menjadi prioritas bagi pemerintah supaya tidak terjadi tax evasion/tax avoidance.
ayat 2, disebutkan bahwa “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan
undang-undang.” Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki fungsi yang luas antara lain sebagai sumber pendapatan negara yang utama, pengatur kegiatan ekonomi,pemerataan pendapatan masyarakat, dan sebagai sarana stabilisasi ekonomi. Kalau kita lihat APBN, pajak selalu dituntut untuk bertambah dan bertambah. Pemerintah harus memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara. Dalam struktur anggaran negara, seperti halnya negara kita bisa mencapai 75% diperoleh dari pajak. Kondisi inilah yang memicu pemerintah untuk membuat aturan-aturan perpajakan. Aturan perpajakan merupakan masalah yang sebaiknya menjadi prioritas bagi pemerintah supaya tidak terjadi tax evasion/tax avoidance.
Berikut
ini disajikan kasus yang mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan vs
tuntutan klien:
a. Jeratan Pajak Ganda pada Dividen
Secara teori Indonesia
menganut klasikal sistem. Artinya, ada pembedaan subyek pajak. Yaitu subyek
pajak badan dan subjek pajak perseorangan. Yang bermasalah dalam pajak deviden
adalah terjadi economic double taxation. Pengertiannya, sebelum dividen dibagi
kepada pengusaha, dia merupakan laba perusahaan yang dikenakan pajak, atau
disebut pajak korporat. Namun, ketika dibagi lagi kepada pemegang saham di
korporat, pemegang saham itu harus dikenakan pajak lagi. Inilah yang disebut
sebagai pajak ganda.
Sebagai perbandingan, Malaysia dan Singapura tidak lagi menggunakan pajak atas dividen. Mereka menggunakan kredit sistem. Yakni, pajak yang bisa dikreditkan kepada para pemegang saham di korporat. Sehingga, korporat hanya dimaknai sebagai sarana. Subyek pajak tetap melekat pada pribadi. Tak ada lagi pajak ganda yang membebani.
Sebagai perbandingan, Malaysia dan Singapura tidak lagi menggunakan pajak atas dividen. Mereka menggunakan kredit sistem. Yakni, pajak yang bisa dikreditkan kepada para pemegang saham di korporat. Sehingga, korporat hanya dimaknai sebagai sarana. Subyek pajak tetap melekat pada pribadi. Tak ada lagi pajak ganda yang membebani.
b. Sengketa Pajak
Kalau terjadi dispute,
yakni hitungan wajib pajak (WP) dengan petugas pajak berbeda. Pada UU KUP 2000
kewenangan aparat Fiscus terlalu luas. Jika terjadi sengketa SPT, maka apapun
yang akan dipakai adalah hitungan aparat pajak, dan hitungan itu harus dibayar
lebih dahulu oleh WP sebesar 50 persen dari hitungan petugas pajak sebelum bisa
dibawa kepada pengadilan pajak. Kalau hitungan WP yang dinyatakan pengadilan
benar maka WP berhak menerima restitusi. Malangnya, uang restitusi itu
kenyataannya tidak segera dibayarkan oleh Fiscus. Jika uang restitusi jumlahnya
milyaran jelas saja mengganggu cash flow para pengusaha. Inilah persoalan yang
menjadi momok dalam dispute antara WP dengan aparat pajak.
Untungnya, dalam UU KUP
28/2007 perhitungan SPT ditentukan secara bersama-sama. Jika ada perbedaan
klaim angka, maka yang lebih dahulu dipakai adalah klaim WP. Sebelum masuk ke
pengadilan pajak, WP hanya cukup membayar sebesar 50 persen dari klaim hitungan
WP sendiri.
c. Tarif Pajak yang tinggi
Ketua Tax Centre UI,
Tafsir Nurchamid dan pengusaha Anton J Supit mengatakan bahwa tarif yang tinggi
kalau diturunkan punya dampak pada seretnya penerimaan negara. Padahal disaat
yang sama pendapatan negara itu sebagian besar ditujukan untuk membayar hutang
dan obligasi rekap. Meskipun semestinya menurut Anton J Supit penerimaan dari
pajak itu digunakan untuk membangun infrastruktur.
Banyak kalangan
perpajakan seperti Permana Agung, Gunadi, dan Haula Rusdiana mengatakan
sebaiknya ada kebijakan untuk membuat tarif menjadi lebih rendah. Selain lebih
kompetitif bagi dunia usaha, pajak yang rendah dianggap justru akan
meningkatkan penerimaan negara karena semakin banyaknya potensi pajak yang
terjaring. Satu triliun dari seratus orang jauh lebih baik ketimbang satu
triliun hanya dari sepuluh pembayar pajak.
Tarif yang tinggi
membuat yang bayar menjadi sedikit. Sehingga membuat banyak orang yang lain
lebih sering menghindar dan kucing-kucingan dengan petugas pajak. Dalam pikiran
mereka, sekali Anda punya NPWP sampai mati Anda akan dikejar oleh aparat pajak.
Prinsip ini membuat mereka kalau bisa selalu baku atur atau main belakang
dengan fiscus.
Daftar
Pustaka:
Akmal. 2009. Pemeriksaan
Manajemen Internal Audit Edisi Kedua. Indeks
Armstrong, Marry Beth.
1993. Ethics and professionalism for CPAs. South-Western Publishing Co.
Ikatan Akuntan
Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik. 2006. Standar
Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001/Ikatan Akuntan Indonesia.
Jakarta : Salemba Empat.
Mulyadi. 2002. Auditing.
Jakarta: Salemba Empat
Nurmalita Nungky Sari, Herry.
2011. Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Objektivitas, Integritas,
Kompetensi dan Etika terhadap Kualitas Audit.
Sekar Mayangsari, Puspa Wandanarum. 2013. Auditing. Jakarta: Media Bangsa
Suraida, Ida. 2005. Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit
dan Risiko Audit terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian
Opini Akuntan Publik. Jurnal Sosiohumaniora Vol. 7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar