Wajah
Hukum di Indonesia
Hukum
perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam
masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil
dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana. Pengertian hukum privat
(hukum perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur
hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari
masing-masing orang yang bersangkutan. Selain ada hukum privat materil, ada
juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata)
atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang
mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan
perdata.
Hukum
dibuat untuk menertibkan kehidupan manusia tetapi bisa saja hukum dibuat hanya
untuk kepentingan legitimasi kebijakan para pejabat sehingga pada tataran
implementasi menimbulkan akibat-akibat hukum dan salah satunya adalah kekerasan
dalam bentuk perlawanan masyarakat kepada pejabat yang berwenang, persoalannya
adalah sebenarnya bukan pada tataran peraturan hukumnya tetapi pada kepentingan
manusia dan jika dianalisis lebih mendalam adalah pada nilai-nilai yang menjadi
anutan yang kemungkinan besar sudah bergeser dari nilai-nilai kebenaran yang
seharusnya di junjung bersama.
Kondisi
Negara Hukum Indonesia kita dewasa ini sangat memprihatinkan. Hukum diperlukan
agar kebijakan-kebijakan kenegaraan dan pemerintahan dapat memperoleh bentuk
resmi yang bersifat mengikat dan dapat dipaksakan berlakunya untuk umum. Karena
hukum yang baik kita perlukan dalam rangka pembuatan kebijakan (policy
making) yang diperlukan merekayasa, mendinamisasi, mendorong, dan bahkan
mengarahkan guna mencapai tujuan hidup bersama dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Di samping itu,
dalam rangka pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut (policy executing),
hukum juga harus difungsikan sebagai sarana pengendali dan sebagai sumber
rujukan yang mengikat dalam menjalankan segala roda pemerintahan dan kegiatan
penyelenggaraan negara.
Dewasa
ini, kita hidup sebagai bagian dari era reformasi. Pada era ini, sudah
berkali-kali terjadi perubahan tampuk kekuasaan. Mulai dari Prof. BJ Habibie
yang seorang ilmuwan hingga pemimpin saat ini, SBY, yang merupakan seorang yang
berasal dari kalangan militer. Namun bisa dikatakan bahwa mereka semua belum
mampu untuk menciptakan sebuah kondisi hukum yang benar-benar adil.
Saat
ini, kita masih seringkali mendengar kabar tentang bagaimana seorang rakyat
kecil “dijauhkan” dari keadilan hukum yang seharusnya mereka dapatkan. Prita
misalnya, seorang terpidana kasus dugaan pencemaran nama baik Rs. Omni
Internasional. Ada kejanggalan dalam putusan kasasi Mahkamah Agung dalam kasus
ini. Dimana adanya pertentangan antara putusan kasasi pidana dan perdata Prita.
Dalam putusan perdata, Prita dinyatakan tidak terbukti melakukan pencemaran
nama baik dan dibebaskan dari membayar denda kepada Rs. Omni Internasional.
Sementara dalam putusan pidana, Prita justru terbukti bersalah dan divonis enam
bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.
Contoh
kasus lainnya adalah yang terjadi baru-baru ini. Pengadilan Negeri Denpasar
melakukan eksekusi terhadap sebuah villa milik warga India bernama Kishore
Kumar. Kasus ini berawal tahun 2008 saat Rita Prindhanni, istri Kishore,
menjaminkan tanah seluas 1.520 meter persegi dan bangunan miliknya The Cozy
Villa atas fasiitas kredit senilai Rp. 10,5 miliar dari Bank Swadesi dengan
debitur atas nama PT. Ratu Kharisma. Namun beberapa waktu terakhir Rita tidak
mampu memenuhi kewajibannya. Kemudian tanpa melalui prosedur dan
ketentuan BI, Bank Swadesi langsung memvonis pailit pihak peminjam serta
mengeksekusi lahan dan bangunan tersebut.
Contoh
kasus diatas cukup untuk menggambarkan tentang kondisi Hukum di Indonesia,
khususnya kasus hukum perdata. Contoh tersebut hanyalah sebagian kecil dari
banyaknya ketidakadilan yang terjadi dalam pelaksanaan hukum di Indonesia.
Ketidakadilan tersebut bukan hanya diakibatkan oleh sistem hukum yang kurang baik
tetapi juga diakibatkan oleh mentalitas penegak hukum yang lemah. Para penegak
hukum seringkali dengan mudahnya tergoda dengan iming-iming jabatan serta
jabatan, Jaksa Cyrus Sinaga misalnya yang menjadi terdakwa atas dugaan
melakukan manipulasi terhadap kasus mantan pemimpin KPK, Antasari Azhar.
Jadi
bisa dikatakan bahwa kondisi hukum di Indonesia saat ini masih belum berpihak
pada keadilan yang hakiki. terbukti dengan adanya perkara-perkara yang vonisnya
jauh dari kebenaran.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar